- Version
- Download 373
- File Size 10.02 MB
- File Count 1
- Create Date May 3, 2020
- Last Updated May 3, 2020
Banyak buku yang berbicara tentang sirah Nabi saw. Sebut saja sirah Nabi saw, karya Ibnu Hisyam, Muhammad Haekal, Safiyurrahman Al-Mubarakfury. Di Indonesia pun, ada yang menuliskan tentang sirah Nabi Muhammad saw, Moenawar Khalil, namanya.
Salah satu kitab sirah yang terkenal di dunia adalah karya Syaikh Said Ramadhan Al-Buthy yang berjudul Fikih Sirah.
Di dalam bukunya ini, Al-Buthy membuka tulisannya dengan urgensi mempelajari sirah Nabi saw. Beliau menjelaskan bahwa mempelajari sirah Nabi saw bukan sekedar untuk mengetahui serangkaian peristiwa yang dialami Nabi saw. Bukan pula untuk memetik hal-hal positif yang terkandung dalam berbagai kisah tentang kejadian penting. Oleh karenanya kita tidak boleh menyejajarkan studi sirah Nabi saw dengan sejarah pada umumnya. Ada lima sasaran tujuan mempelajari sirah Nabi saw.
- Memahami kepribadian Rasulullah saw melalui napak tilas yang beliau lalui, untuk membuktikan bahwa Rasulullah bukan sekedar sosok jenius yang terkenal di kaumnya saja. Beliau adalah utusan Allah yang risalahnya didukung oleh wahyu Allah.
- Agar setiap orang dapat menemukan sosok suri tauladan paling luhur dalam segala sendi kehidupan. Karena tidak diragukan lagi, sosok luhur apa pun yang dicari manusia, ada pada diri Rasulullah saw.
- Dengan pemahaman yang lebih baik terhadap sirah Nabi, maka semakin mudah memahami Al-Quran
- Agar setiap muslim dapat sebanyak mungkin menghimpun manfaat yang diperoleh, baik terkait masalah akidah, syari’ah, akhlak. Terlebih lagi Rasulullah merupakan sosok nyata dari pengamalan ajaran Islam.
- Agar setiap dai dan guru dapat menerapkan berbagai metode pengajaran yang dicontohkan Rasulullah saw
Penulis sepertinya ingin meluruskan niat para pembaca, agar mereka bersungguh-sungguh dalam membaca buku sirah ini. Sehingga akan timbul sikap berbeda ketika mereka membaca kisah-kisah fiksi misalnya.
Penulis juga ingin memberitahukan kepada para pembaca, apa saja yang akan mereka peroleh bila membaca fikih sirah ini. Apakah memang ini yang mereka cari? Apakah perkara-perkara ini yang ingin mereka ketahui. Sehingga bila para pembaca mengetahui apa saja yang dikandung buku ini, maka mereka akan bersemangat membaca buku ini, karena memang yang mereka butuhkan.
Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah saw hidup sebagai yatim piatu di saat usianya masih teramat muda, yaitu di usia 6 tahun. Kemudian beliau, dirawat oleh kakeknya selama dua tahun. Pengasuhan Rasulullah kecil, kemudian beralih kepada paman beliau, Abu Thalib.
Syaikh Al-Buthy mengambil hikmah dan pelajaran dari kondisi Rasulullah seperti ini. Kondisi Rasulullah yang yatim dan piatu menutup kemungkinan tuduhan musuh-musuh Islam bahwa Rasulullah memperoleh ajaran Islam dari orang tuanya. Sebagaimana lazimnya, orang tua akan mewariskan pengetahuannya kepada anaknya. Namun hal ini tidak terjadi pada diri Rasulullah.
Perawatan kakeknya pun tidak lama. Hikmahnya adalah sama, menutup kemungkinan tuduhan musuh-musuh Islam bahwa ajaran Islam diperoleh Rasulullah saw dari kakeknya.
Adapun hikmah bahwa Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir, juga menutup tuduhan sejenis. Tidak mungkin Abu Thalib mengajarkan Islam kepada Muhammad saw, sebab Abu Thalib semasa hidupnya tidak pernah memeluk agama Islam. Oleh karenanya, hal ini mempermudah menjelaskan bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah dan diutus untuk menyampaikan ajaran Islam. Hal ini juga mempermudah penjelasan bahwa Al-Quran itu bukan warisan dari orang-orang tua Muhammad saw.
Ketika sesi pembahasan mulai memasuki pernikahan Rasulullah dengan Khadijah ra, Syaikh Al-Buthy pun membahas cukup panjang lebar mengenai pernikahan ini.
Musuh-musuh Islam senantiasa mencari celah untuk menjelek-jelekkan Islam. Para orientalis menggambarkan Muhammad saw sebagai sosok yang haus seks.
Tuduhan ini dapat dibantah dan dijelaskan oleh Al-Buthy. Seorang yang haus seks tentu tidak dapat menjaga kehormatannya hingga berusia 25 tahun, terlebih di tengah-tengah masyarakat jahiliyah. Di lingkungan yang tidak kondusif seperti itu, tentu seseorang yang haus seks akan tenggelam dalam kubangan dekadensi moral. Tapi hal ini tidak terjadi pada Rasulullah saw.
Seorang pemuja seks, tentu tidak akan menikahi seorang janda yang usianya jauh terpaut dengannya. Andaikan ada, tentu dia akan melirik perempuan-perempuan muda lainnya. Tapi hal ini tidak terjadi pada Rasulullah.
Khadijah ra. wafat di usia 65 tahun, sedangkan pada saat itu Rasulullah saw berusia 50 tahun. Selama menikah dengan Khadijah, tidak terbersit dalam diri Rasulullah untuk menikah lagi dan beristri lebih dari satu. Padahal dalam rentang usia 20 tahun hingga 50 tahun, biasanya pria memiliki keinginan untuk beristri lebih dari satu. Dan pada saat itu, di Mekkah bukan merupakan hal yang aneh, seorang pria memiliki istri lebih dari satu. Tapi hal ini tidak dilakukan Rasulullah.
Pembahasan buku ini dijelaskan per-sesi. Setiap sesi dijelaskan pelajaran dan bahan renungan. Di sesi masa kecil Rasulullah, dijelaskan pelajaran dan bahan renungannya. Di sesi pernikahan Rasulullah dengan Khadijah, dijelaskan pula pelajaran dan bahan renungannya. Demikian seterusnya
Buku ini disertai dengan dalil-dalil Al-Quran dan hadits, sehingga mempermudah pembaca untuk memahami ayat dan hadits yang menyertai perjalanan hidup Rasulullah.
Keotentikan buku ini dapat dijamin. Karena Syaikh Al-Buthi merujuk pula pada kitab-kitab sirah terdahulu.
Banyak kitab sirah yang ditulis dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Seperti karya Haikal dan karya Safiyurrahman Al-Mubarakfury. Kedua buku ini sudah dicetak ulang kali dan diterbitkan oleh beberapa penerbit. Demikian pula dengan buku Fikih Sirah karya Sa’id Ramadhan Al-Buthy.
Keilmuan dan pengetahuan Syaikh Al-Buthy, insya Allah dapat dipertanggung jawabkan. Terlebih ayahnya juga seorang ulama dan hidup di masa Kekhalifahan Islam di Turki. Sehingga ayahnya tentu sempat merasakan bagaimana ketika Islam diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.