إِذَا غَضِبَ القَائِمُ فَلْيَجْلِسْ وَإِذَا غَضِبَ الجَالِسُ فَلْيَقُمْ
“Jika seseorang yang sedang berdiri marah maka hendaklah ia segera duduk, dan jika seseorang yang sedang duduk marah, maka hendaklah ia segera sendiri.”
🔎 PENJELASAN:
- Perkataan di atas senada dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw, yaitu:
Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ، وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ
“Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud, no. 4782. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
- Seseorang diminta untuk mengubah gerakannya dari berdiri ke duduk ketika dia marah karena dengan duduk, kekuatannya untuk memukul akan berkurang, dan ketika dia tidur, maka akan lebih berkurang lagi.
- Marah itu dari setan dan setan diciptakan dari api, maka ketika seseorang marah hendaklah ia hilangkan dengan berwudhu; jika marahnya belum reda juga maka hendaknya dia mandi.
Dari Athiyyah as-Sa’di Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah bersabda:
إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.” (HR. Abu Daud, no. 4784. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
- Jika suami marah maka hendaklah istri diam dan sebaliknya, karena jika keduanya saling membalas itu sama dengan api yang disiram dengan bensin.
Ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
وَ إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
“Jika salah seorang di antara kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad, 1: 239. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan lighairihi)
- Sering sekali kita melihat orang yang marah mengucapkan kalimat “istighfar”, maka ini salah; obatyang benar adalah ketika seseorang dikuasai oleh amarahnya maka hendaknya ia mengucapkan kalimat “isti’adzah“.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
إِذَا غَضِبَ الرَّجُلُ فَقَالَ أَعُوْذُ بِاللهِ ، سَكَنَ غَضْبُهُ
“Jika seseorang dalam keadaan marah, lantas ia ucapkan, ‘A’udzu billah (Aku meminta perlindungan kepada Allah)’, maka redamlah marahnya.” (HR. As-Sahmi dalam Tarikh Jarjan, 252. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1376)
- Ingatlah wasiat Rasululullah yang singkat dan padat saat kita marah. Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkan dalam surga.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas,
لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ
“Jangan engkau marah, maka bagimu surga.” (HR. Thabrani dalam Al-Kabir. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, hadits ini shahih lighairihi)
- Ingatlah bidadari yang akan diberikan bagi mereka yang sanggup menahan amarahnya.
Dari Mu’adz radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذهُ دَعَأهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ مَا شَاءَ
“Barang siapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan.” (HR. Abu Daud, no. 4777; Ibnu Majah, no. 4186. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sanadnya hasan)
- Merenungkan dalil-dalil yang menetapkan keutamaan menahan amarah, memaafkan, kesantunan dan kesabaran, sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang laki-laki meminta izin menghadap kepada Umar dan Umar mengizinkan. Laki-laki itu berkata kepada Umar, “Wahai Ibnul Khattab, demi Allah engau tidak memberi banyak kepada kami dan engkau tidak memutuskan di antara kami dengan adil”. Umar marah dan berniat menimpakan sesuatu yang buruk terhadapnya, lalu al-Hurr bin Qais berkata, “Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya Allah berfirman kepada Nabinya:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-Araf : 199).
- Hendaknya seseorang menakutkan dirinya dengan hukuman Allah yaitu dengan berkata kepada dirinya, “Kuasa Allah atasku lebih besar daripada kuasaku atas orang ini, bila aku melampiaskan amarahku terhadapnya maka siapa yang menjaminku bahwa Allah tidak menurunkan amarah-Nya kepadaku di hari kiamat”.
- Hendaknya menyadari akibat dari permusuhan.
- Hendaknya membayangkan buruknya diri saat marah.
- Merenungkan sebab yang membuatnya marah.
- Hendaknya disadari bahwa amarahnya hanya karena sesuatu yang berjalan sesuai dengan keinginan Allah bukan keinginannya.