
الأُمُّ مَدْرَسَةُ الأُوْلَى
“Ibu adalah sekolah pertama.”
???? PENJELASAN:
- Memilih calon istri adalah sama dengan memilih sekolah untuk anak-anak, karena hak pertama anak sebelum dilahirkan adalah memilki ibu yang baik, sebab seorang anak belajar dari ibunya sebelum ia belajar dari sekolah, teman dan lingkungannya.
- Memilih calon ibu adalah sama dengan memilih ladang yang subur untuk menebar benih, karenanya pastikan sebelum seseorang menanam benih bahwa ladangnya itu subur dan tidak gersang sehingga benih yang akan tumbuh menjadi benih yang berkualitas.
Karenanya Nabi saw bersabda,
“ تَخَيَّرُوا لِنُطْفِكُمْ وَاَنْكِحُوا الأَكْفَاءَ وَأَنْكِحُوْا إِلَيْهِمْ رواه ابن ماجة والحاكم
“Pilihlah tempat engkau menanamkan air mani (benih)mu, dan nikahilah wanita-wanita yang sekufu (sederajat), dan nikahkanlah mereka (dengan wanita-wanita yang berada di bawah perwalianmu).” (Riwayat Ibnu Majah, dan Al Hakim)
3.
. الأُم مَدْرَسَةُ إِذَا أَعْدَدْتَهَا, أَعْدَدْتَ شَعْبًا طَيِبَ الْأعْرَاقِ
“Ibu adalah madrasah yang pertama, jika kamu menyiapkannya, berarti kamu menyiapkan lahirnya sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya.” (Hafizh Ibrahim).
- Karena begitu besar pengaruh seorang ibu, maka seorang anak tidak boleh disusui oleh wanita yang suka bermaksiat, sebab dalam proses menyusui seorang ibu tidak hanya sekedar memberi air susu tetapi juga sedang memberikan nilai kehidupan dan kasih sayang kepada bayinya. Dalam Al Mu’jam Ash Shaghir 1/140 hadits no. 137 dari Aisyah radhiallahu’anha dengan lafadz,
لا تَسْتَرْضِعُوا الْوَرْهَاءَ ” ، قَالَ الأَصْمَعِيُّ : سَمِعْتُ يُونُسَ بْنَ حَبِيبٍ ، يَقُولُ : الْوَرْهَاءُ : الْحَمْقَاءُ
“Jangan kalian menyusukan (bayi kalian) kepada wanita yang warha‘”. Al Ashma’i berkata: “Aku mendengar Yunus bin Habib berkata bahwa warha‘ itu artinya dungu.”
- Pernah suatu ketika ada seorang bapak yang mengeluh kepada Amirul Mukminin Umar bin Khathab radhiallahu’anhu mengenai anaknya yang durhaka. Orang itu mengatakan bahwa putranya selalu berkata kasar kepadanya dan sering kali memukulnya. Maka Umar pun memanggil anak itu dan memarahinya.
“Celaka engkau! Tidakkah engkau tahu bahwa durhaka kepada orang tua adalah dosa besar yang mengundang murka Allah?”, bentak Umar.
“Tunggu dulu, wahai Amirul Mukminin. Jangan tergesa-gesa mengadiliku. Jikalau memang seorang ayah memiliki hak terhadap anaknya, bukankah si anak juga punya hak terhadap ayahnya”, tanya si anak.
“Benar”, jawab Umar. “Lantas apa hak anak terhadap ayahnya tadi”, lanjut si anak.
“Ada tiga”, jawab Umar. “Pertama, hendaklah ia memilih calon ibu yang baik bagi putranya. Kedua, hendaklah ia menamainya dengan nama yang baik. Dan ketiga, hendaknya ia mengajarinya menghafal Al Qur’an”.
Maka si anak mengatakan, “ketahuilah wahai Amirul Mukminin, ayahku tidak pernah melakukan satu pun dari tiga hal tersebut. Ia tidak memilih calon ibu yang baik bagiku, ibuku adalah hamba sahaya jelek berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga 2 dirham. Lalu malamnya ia gauli sehingga hamil mengandungku. Setelah aku lahir pun ayah menamaiku Ju’al [5], dan ia tidak pernah mengajariku menghafal Al Qur’an walau seayat!”.
“Pergi sana! Kaulah yang mendurhakainya sewaktu kecil, pantas kalau ia durhaka kepadamu sekarang”, bentak Umar kepada ayahnya
6.
قَلْبُ الأُمِّ مَدْرَسَةُ الطِّفْلِ
“Hati seorang ibu adalah sekolah untuk anaknya.” (Wiliam shakespare)
7.
. أعْظَمُ كِتاَبٍ قَرَأْتُهُ : أُمِّي “
“Buku yang paling agung adalah ibuku“
8.
إِذاَ أَرَادَتْ الأُمُّ أَنْ تُصْلِحَ بِنْتَهَا فَلْتُصْلِحْ أَوَّلاً نَفْسَهَا
“Jika seorang ibu ingin memperbaiki putrinya, maka hendaknya ia memperbaiki dirinya dahulu.” (Ali Thantawi)